Aku Intan, gadis berusia 19 tahun dengan tahi lalat kebanggan di sekitar mata, sesuatu yang tidak penting untuk diperbincangkan. Layaknya remaja masa kini, aku juga pernah dan bahkan sedang kasmaran. Kata orang segalanya jadi indah, dan ... mungkin itu yang sedang melanda duniaku.
Sandy, sandy ... seorang pria yang tampaknya tengah mengubah duniaku ke dimensi lain. Dan, ini tampak seperti perhentian lampu lalu lintas. Ketika sekali lagi aku berpikir mengenai reputasi Sandy sebagai playboy cap kambing. Tak banyak hal yang bisa aku lakukan.
Membuatkan tugas.
Merupakan hal pertama yang sering aku lakukan buatnya. Hampir setiap malam saat aku akan mencoba memasuki dunia bawa sadarku dalam mimpi. Selalu ...
Kring .. kring .. kring ..
Alat seperti kalkulator itu berbunyi membuyarkan perjalanan wisata menuju mimpiku. Di samping tempat tidur tepatnya di atas sebuah meja kecil, ku ambil alat komunikasi itu. Yess !! Sandy ... senyuman tak berguna tiba – tiba tersimpul di antar kedua belah pipi seolah tahi lalatku pun ingin turut bernyanyi. Kuangkat dan ...
“ malam Intan ... “, mulai Sandy
“ iya Sandy ... malam , ada apa nelpon Intan?” tanyaku basa – basi
“ pengen ngobrol aja, kamu lagi apa, Tan? Peer dari dosen kita minggu lalu udah siap belum?” tanya Sandy
“ lagi duduk – duduk doank kok Dy. oh, dari Pak Abdi. Intan udah siap kok”, jawabku lagi
“ Tan, bantuin Sandy donk. Aku belum siap nih, Sandy minta buatin ya, please. Kamu cantik deh”, pinta Sandy
“ ok deh, Intan buatin”, jawabku
“ makasih Intan. Kamu the best deh. Byee . malem, mimpi indah ya”, akhir Sandy
“ iya, bye . makasih Sandy, kamu juga ya”, jawabku
Tut ... tut ... tut
Percakapan selesai. Keganjenan mulai merasukiku, cermin di sudut kamar membangunkan niatku untuk bercermin. Ah, kata Sandy tadi aku cantik, aku lihat lagi baik – baik di cermin itu. Ah, mata kuda sepertiku. Melihat sang waktu, aku menuju meja belajar tempat notebook ajaibku tersimpan. Aku edit tugasku untuk Sandy. Akhirnya selesai. Sleeping time.
-
to be continuee ...-